Sepatu Bilah Pedang

Sepatu Bilah Pedang

Beda Aruna P.

 

-Jalan berliku melantunkan tepukan tiap langkah kaki yang mencoba berjalan dengan anggunnya-

Hanya sepatu bilah pedang yang aku punya. Hadiah dari Kawan Lama, kuterima saat aku mulai bernapas di dunia. Hanya sepatu bilah pedang yang aku punya. Mata pedangnya selalu bercumbu dengan telapak kaki. Menyayatkan janji-janji yang tertulis jelas di telapak kaki, meneteskan darah segar yang terjanji.

Sepatu bilah pedang yang tak ternilai.

Tidak dapat dibeli dengan uang, karena uang tidak berharga.

Tidak dapat dibeli dengan emas, karena emas tidak berkilauan.

Tidak dapat dibeli dengan berlian, karena berlian tidak bersinar.

Diberikan padaku dengan Cuma-Cuma, karena Ia menyayangiku dengan kesedihanNya.

            Sudah dua dekade lebih aku memakai sepatu bilah pedang. Aw aw aw, mata pedangnya menusuk telapak kaki. Ugh ugh ugh, mata pedangnya mengiris kulit. Ouch, pedangnya menembus mengenai tulang kaki. Hanya sedikit lecet, hanya sedikit darah yang keluar. Tetapi kaki ini, hilang…

Tidak ada syair-syair umpatan mampu menahan rasa sakitnya.

Tidak ada obat yang mampu menutup lukanya.

Hanya hati yang legowo dan pikiran sehat, mampu menahan sakitnya.

Hanya hati yang lapang dan pikiran bebas, mampu menutup lukanya.

Dan kini, aku harus menyemir sepatu bilah pedang terlebih dahulu.

“hei!, mengapa engkau memakainya juga?”

Leave a comment