Mengenal Suara Tuhan

Mengenal Suara Tuhan

Trilogi pertama dari “Ia Anonim”

Oleh: Beda Aruna Pradana

 

Sekali mendengar suara bising, telinga ini langsung merintih kesakitan. Menggerus gendang telinga hingga menyakitkan saraf-saraf rapuh ini. Mengenal suara bising, menyiksaku hingga hari ini. Sehingga aku selalu menghujat kebisingan. Kebisingan yang diciptakan oleh manusia sendiri.

Awalnya aku juga menyukai suara tawa. Memang membuat hati menjadi nyaman, namun aku merasa menjauh dari diri sendiri. Tawa itu berlagak semu, hanya ada ketika kawanan orang tersebut bertemu. Mereka tertawa, menertawakan hal yang tidak aku pahami, bahkan aku merasa terasing oleh bahan tawaan. Mengenal suara tawa, mengasingkanku hingga hari ini. Sehingga aku juga selalu menghujat tawaan. Tawaan yang diciptakan oleh manusia sendiri.

Nuansa haru membawa air mataku jatuh dari peraduannya. Membuatku harus bersimpuh dan mengingat-ingat dosa yang lalu. Air mata itu memaksakan kehendakku untuk diam. Bahkan air mata itu memalsukan kebahagiaanku. Mengenal suara haru, memaksakan kehendakku hingga hari ini. Sehingga aku selalu menghujat rasa haru. Keharuan yang diciptakan oleh manusia sendiri.

Tindak tandukku ini terasa jahat bagimu, semua perasaan manusia selalu aku hujat. Tidak ada satupun yang baik untukku, aku membenci semua perasaan manusia. Bahkan aku membenci diriku ini yang memiliki perasaan. Hingga saat ini aku ingin membunuh perasaanku sendiri, seperti melepas roh dari raganya.

Itulah saat-saat aku melepas kemanusiaanku, saat-saat yang memuakkan dalam hidup yang penuh misteri ini. Hingga pada titik nadir, Nina dating dan menghampiriku. Membisikkan suara nan lembut yang menyadarkan nuraniku. Bisikkan itu, aku sangat mengenalnya. Aku mengenal suara itu, suara yang selalu mengajakku untuk merefleksikan batin, suara yang selalu mendampingi segala keputusanku, suara yang menenangkan kesedihan dan amarahku. Sejak awal bisikanmu, aku sungguh mengenalnya. Terimakasih Nina, suaramu itu seperti suara Tuhan.

Leave a comment